Selama ini kita mungkin pernah mendengar metode penelitian korelatif. Namun sebenarnya bagaimana konsep dan penggunanaanya dalam sebuah penelitian. Metode penelitian korelatif bertujuan untuk mencari "Kecenderungan" hubungan antar minimal dua buah variabel tanpa mencari hubungan sebab-akibat. Dalam sebuah penelitian korelatif ada minimal satu variabel bebas dan variabel terikat yang selanjutnya dihitung koefisien korelasinya yang menunjukkan arah Positif atau Negatif dan kekuatan korelasi. Koefisien korelasi "Tidak" menunjukkan persentase hubungan, dan "Tidak" menunjukkan sebab akibat, melainkan hanya sekedar mencari kecenderungan saja.
Hubungan Kecenderungan Dalam Sebuah Masalah
Misal, "Siswa yang banyak jajan gorengan cenderung lebih pintar", bukan berarti gorengan yang membuat siswa menjadi pintar. Lalu untuk apa dicari korelasinya apabila tidak berhubungan? Untuk data dan masukan penelitian selanjutnya. Bisa saja hasil penelitian korelasi kemudian dilanjutkan ke Regresi, Analisis jalur (Path analysis), Eksperimen, dan lain sebagainya. Koefisien korelasi hanya menunjuukan angka diantara -1 hingga +1. Semakin dekat koefisien korelasi terhadap -1 maupun +1, berarti semakin kuat korelasi antara variabel-variabel yang diteliti. Tanda +/- menunjukkan arah hubungan.
Ada 2 istilah untuk merujuk pada jumlah variabel yang digunakan dalam metode penelitian korelatif :
- Linear/linier : Apabila hanya ada satu variabel bebas dan 1 variabel terikat.
- Multiple/berganda : Apabila ada lebih dari 1 variabel bebas.
Beberapa kemungkinan hasil penghitungan koefisien korelasi sebagai berikut :
1. Korelasi Positif
Apabila koefisien mendekati +1. Hal ini berarti semakin TINGGI variabel X, maka semakin TINGGI variabel Y.
2. Korelasi Negatif
Apabila koefisien mendekati -1. Hal ini berarti semakin TINGGI variabel X, maka semakin RENDAH variabel Y.
3. Korelasi Kuat/Signifikan
Apabila koefisien mendekati -1 atau +1 atau melebihi batas minimal (level of confidence) yang ditentukan oleh peneliti. Misalnya level of confidence ditetapkan pada 0.6, maka apabila koefisien ditemukan pada 0.7, berarti hubungan ditemukan kuat/signifikan. Apabila arahnya POSITIF, maka peningkatan pada variabel X hampir pasti diikuti peningkatan pada variabel Y. Apabila bertanda negative, berarti apabila ada peningkatan pada variabel X, maka bisa dipastikan bahwa variabel Y akan turun (lebih rendah).
4. Korelasi Lemah/Tidak Signifikan
Apabila koefisien jauh dari -1 atau +1/ atau melebihi batas minimal (level of confidence) yang ditentukan oleh peneliti. Misalnya koefisien ditemukan pada -0.1 atau +0/1, padahal level of confidence ditetapkan pada 0.6, berarti ada sedikit hubugan positif/negatif antara 2 variabel tetapi sangat lemah/tidak signifikan.
Hasil penelitian korelatif dapat digunakan sebagai alat prediksi. Akan tetapi, hasil tersebut tidak menunjukkan angka nyata Output atau Outcome pada variabel terikat. Misal seperti contoh diatas, "Siswa yang makan banyak gorengan memiliki hasil belajar yang lebih baik". Koefisien korelasi tidak menyatakan angka berapa banyak gorengan yang dimakan sehingga membuat nilai siswa meningkat 10% misalnya. Jadi benar-benar hanya menunjukkan kecenderungan, dan menunjukkan adanya hubungan antara 2 variabel. Semoga pembahasan Apa Itu Penelitian Korelatif? Konsep dan Penggunanaanya dapat menambah wawasan kita semua dalam memulai penelitian. Keep Writing Guys! :)